PANGKALPINANG – Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung (UBB), Ariandi Zulkarnain, menyatakan bahwa Partai Gerindra akan menjadi ‘pemain kunci’ dalam konstelasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur dan Wakil Gubernur Bangka Belitung (Babel) tahun 2024. Menurutnya, situasi ini terkait dengan posisi kuat yang dimiliki pasangan petahana, Erzaldi Rosman Djohan dan Yuri Kemal Fadlullah.
Ariandi menjelaskan bahwa tantangan dalam menciptakan ‘equal playing field’ di Pilkada serentak menjadi semakin sulit karena pasangan petahana memiliki sumber daya dan instrumen pemerintahan yang telah mereka kuasai. “Erzaldi dan Yuri memiliki pemahaman yang mendalam tentang program-program pemerintahan,” ujar Ariandi. Meskipun dalam demokrasi kontemporer, keberhasilan petahana juga sangat bergantung pada preferensi dan perilaku pemilih.
Dia menambahkan, “Gerindra tentu sangat menjadi key player pada kontestasi kali ini karena memang memiliki petahana. Konstelasi politik di daerah yang memiliki petahana cenderung menguntungkan bagi mereka.”
Ariandi juga menyoroti pentingnya isu publik dalam kontestasi ini, dengan menyatakan bahwa masalah lokal perlu diperhatikan dan diselesaikan secara bersama-sama. “Pilkada tidak lepas dari kontestasi gagasan,” tuturnya.
Dia menjelaskan bahwa petahana memiliki keuntungan lebih dalam pemilu karena tidak memulai dari nol. Dengan kinerja pemerintahan selama masa jabatan sebelumnya, petahana dapat merancang kembali kebijakan untuk kemajuan daerah. “Mereka dapat mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan selama lima tahun terakhir dan meramu program-program untuk masa depan,” jelasnya.
Meski demikian, Ariandi berharap pemilu dapat menjadi agenda dalam membangun politik representasi yang baik bagi daerah. Menurutnya, pemilu harus menjadi sarana untuk konsolidasi demokrasi dan mengakomodasi kepentingan publik dalam kebijakan. Ia menekankan empat unsur politik representasi: formalistik, simbolik, deskriptif, dan substantif, meskipun dua unsur terakhir sering kali diabaikan.
“Saya kira itulah momentumnya, bagaimana ruang kebijakan itu benar-benar dihasilkan dari ruang representasi yang unsurnya bukan hanya sekadar simbolik dan formalistik,” imbuh Ariandi.
(T-APPI)