MENTOK — Satuan Polisi Air dan Udara (Satpolairud) Polres Bangka Barat membantah keras tuduhan bahwa mereka menerima setoran dari aktivitas tambang ilegal di wilayah perairan Teluk Inggris. Tuduhan tersebut dinilai sebagai serangan balik dan upaya pengalihan isu dari pihak-pihak yang terusik oleh penegakan hukum yang dilakukan aparat.
Hal ini ditegaskan oleh Kasat Polairud Polres Bangka Barat, Iptu Yudi Lasmono, saat memberikan keterangan resmi pada Minggu (6/7/2025), menanggapi pemberitaan sejumlah media yang menyebut adanya aliran dana haram sebesar Rp600 ribu per ponton kepada oknum TNI AL dan Satpolair.
“Kami sudah dengar narasi itu, bahwa Satpolair menerima Rp300 ribu per ponton. Itu fitnah keji, tidak berdasar, dan sengaja dibuat untuk mengaburkan fakta. Faktanya, kami yang menarik 13 ponton dari lokasi. Lalu siapa yang sebenarnya bermain?” tegas Iptu Yudi.
Lebih jauh, Yudi mengungkapkan bahwa pihaknya tengah mendalami dugaan keterlibatan sejumlah oknum wartawan dalam aktivitas tambang ilegal tersebut. Beberapa nama bahkan disebut terlibat langsung di lapangan.
“Mereka mengaku wartawan, tapi faktanya ikut mengelola tambang ilegal. Kini malah membalikkan fakta, membuat berita yang seolah-olah kami yang bermain. Beberapa nama sudah kami catat dan dalami,” ungkapnya.
Menurut Yudi, pola seperti ini bukanlah hal baru. Setiap kali Satpolair bertindak tegas, kerap muncul pemberitaan tendensius yang ditulis tanpa konfirmasi dan tanpa sumber yang jelas.
“Ini pola lama. Begitu kami bergerak, mereka merasa terancam lalu memainkan isu lewat media. Tapi kami tidak akan gentar. Biarlah masyarakat yang menilai: siapa yang benar-benar menjalankan tugas negara dan siapa yang berlindung di balik profesi wartawan untuk melindungi tambang ilegal,” katanya.
Salah satu narasi yang disorot adalah tudingan soal pungutan liar senilai Rp120 juta per hari dari sekitar 200 ponton tambang yang beroperasi. Yudi menilai angka tersebut hanya asumsi liar yang sengaja dibesar-besarkan tanpa bukti.
“Angka-angka itu hanya karangan. Tidak ada bukti transfer, tidak ada pengakuan resmi, tidak ada rekaman. Medianya pun tidak pernah konfirmasi ke kami. Ini jelas pencemaran nama baik dan manipulasi informasi, dan kami bisa menempuh jalur hukum,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar insan pers profesional tidak terjebak dalam arus pemberitaan provokatif yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
“Kami tidak anti kritik, tapi bedakan antara kritik dan fitnah. Kalau wartawan justru jadi alat pelindung pelaku tambang ilegal, itu bukan jurnalisme—itu kolusi berkedok media,” tambahnya.
Yudi menegaskan, Satpolairud akan tetap berkomitmen menuntaskan kasus ini, termasuk memeriksa secara menyeluruh 13 ponton yang telah diamankan dan membongkar siapa saja pihak-pihak yang terlibat.
“Dari proses ini, nama-nama yang selama ini berlindung di balik profesi tertentu akan kami bongkar ke publik. Tidak ada kompromi bagi pelaku kejahatan, siapa pun mereka,” tutupnya. (*bay)
(Sumber : Humas Polres Bangka Barat)